BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 24 April 2011

Plastisitas fenotipik

Plastisitas fenotipik adalah kemampuan organisme merubah fenotipenya dalam merespon perubahan lingkungan (Price et al, 2003). Plastisitas demikian dalam beberapa kasus tampak sebagai beberapa hasil yang sangat berbeda secara morfologis; dalam kasus lainnya, sebuah norma reaksi yang berkesinambungan menunjukkan saling hubung antara jangkauan lingkungan dan jangkauan fenotipe. Istilah ini apda awalnya dibahas dalam konteks perkembangan, namun sekarang lebih luas lagi diterapkan dengan melibatkan perubahan yang terjadi pada kehidupan dewasa sebuah organisme, seperti perilaku.
Organisme dapat berbeda dalam derajat plastisitas fenotipik yang ditunjukkannya saat dipaparkan pada perubahan lingkungan yang sama. Karenanya, plastisitas fenotipik dapat ber evolusi dan adaptif jika ketangguhan meningkat dengan perubahan fenotipe (De Jong, 2005). Secara umum, seleksi berarah yang bertahan terprediksi akan meningkatkan plastisitas dalam arah yang sama (Garland dan Kelly, 2006).
Beberapa respon akan sama pada semua organisme, sebagai contoh pada organisme yang tidak termoregulasi, seperti suhu merubah lemak dalam selaput sel harus dirubah dengan menciptakan ikatan ganda yang lebih banyak (saat suhu menurun) atau membuangnya (saat suhu meningkat) (Larkindale dan Huang, 2004).
Pada umumnya plastisitas fenotipik lebih penting untuk organisme tidak bergerak (misalnya tanaman) daripada organisme bergerak (misalnya hewan). Ini karena organisme tidak bergerak harus beradaptasi pada lingkungan mereka atau mereka mati, sementara organisme bergerak mampu berpindah dari lingkungan yang merusak (Schlichting, 1986). Contoh plastisitas fenotipik tanaman adalah alokasi sumber daya yang lebih banyak pada akar di tanah yang mengandung konsentrasi nutrisi yang rendah dan perubahan ukuran dan ketebalan daun (Sultan, 2000). Protein transpor yang ada di akar juga berubah tergantung pada konsentrasi nutrisi dan salinitas tanah (Alemana et al, 2009). Beberapa tanaman, seperti Mesembryanthemum crystallinum, mampu merubah jalur fotosintesisnya untuk memakai air lebih sedikit saat mereka kekurangan air atau garam (Tallman et al, 1997). Walau begitu, beberapa organisme bergerak juga memiliki plasitisitas fenotipik yang signifikan, misalnya Acyrthosiphon pisum dari famili Aphid yang menunjukkan kemampuan bertukar antara reproduksi seksual dan aseksual, begitu juga menumbuhkan sayap antar generasi saat populasi yang memenuhi tanaman menjadi terlalu padat (IAGC, 2010).
Dalam epidemiologi, terdapat sebuah teori yang memunculkan insiden penyakit jantung koroner dan diabetes tipe II pada populasi manusia dalam industrialisasi sebagai akibat dari ketidak cocokan antara fenotipe metabolik yang ditentukan dalam perkembangan dan lingkungan nutrisional dimana individu terpaparkan. Ini dikenal sebagai hipotesis ‘fenotipe hemat’ (Hales dan Barker, 2001).
Referensi
Alemana, F. Navies-Cordonesa, M., Martinez, V. Maret 2009. Differential regulation of the HAK5 genes encoding the high-affinity K+ transporters of Thellungiella halophila and Arabidopsis thaliana. Environmental and Experimental Botany Vol 65, Issues 2-3, March 2009: 263-269
Barker, D. J. P. dan Hales. C.N. 2001. The Thrifty Phenotype Hypothesis : Type II Diabetes. British Medical Bulletin 60:5-20
De Jong, G. April 2005. Evolution of Phenotypic Plasticity : Patterns of Plasticity and The Emergence of Ecotypes. New Phytol. 166 (1): 101–117.
Garland, T. Jr, Kelly, S.A. 2006. Phenotypic plasticity and experimental evolution. Journal of Experimental Biology 2096: 2234–2261.
Larkindale, J. dan Huang, B. 2004. Changes of lipid composition and saturation level in leaves and roots for heat-stressed and heat-acclimated creeping bentgrass (Agrostis stolonifera) . Environmental and Experimental Botany Volume 51, Issue 1, February 2004: 57-67
Price T.D., Qvamstrom, A., Irwin, D.E. Juli 2003. The Role of Phenotypic Plasticity in Driving Genetic Evolution. Proceeding of Biological Science 270 (1523): 1433–40.
Schlichting, C.D. November 1986. The Evolution of Phenotypic Plasticity in Plants. Annual Review of Ecology and Systematics Vol. 17:667-693
Sultan, S.E. Desember 2000. Phenotypic plasticity for plant development, function and life history. Trends Plant Sci. 5 (12): 537–542.
Tallman, G. Zhu, J. Mawson, B.T. 1997. Induction of CAM in Mesembryanthemum crystallinum Abolishes the Stomatal Response to Blue Light and Light-Dependent Zeaxanthin Formation in Guard Cell Chloroplasts. Plant and Cell Physiology, 1997, Vol. 38, No. 3 : 236-242
The International Aphid Genomics Consortium (IAGC). 19 Januari 2010. Genome Sequence of the Pea Aphid Acyrthosiphon pisum.

Minggu, 17 April 2011

Pengaruh Lingkungan Terhadap Fenotip


       Tampilan fisik (fenotip) tidak hanya ditentukan oleh gen, namun dipengaruhi juga oleh lingkungan. Faktor eksternal yang mempengaruhi organisme diantaranya :
E Makanan (nutrisi)
E Suhu
E Cahaya matahari
E Kelembaban
E Curah hujan
       Adanya pengaruh lingkungan terhadap fenotip ini contohnya, sebatang pohon, akan mengikuti genotip yang diwarisinya yakni mempunyai daun dengan ukuran, bentuk, dan warna yang akan bervariasi tergantung pada seberapa seringnya mereka terkena angin dan sinar matahari. Pada manusia, nutrisi mempengaruhi tinggi badan, latihan fisik mengubah bentuk badan, berjemur akan menggelapkan kulit, dan pengalaman memperbaiki penampilan pada tes intelegensia. Dengan demikian, fenotip suatu individu merupakan hasil interaksi antara genotip dengan lingkungannya.
Untuk mengetahui berbagai variasi yang terdapat pada tumbuhan, telah dilakukan pengamatan terhadap empat bunga Chrysantemum sp yang memiliki warna berbeda. Bunga tersebut diantaranya adalah bunga Chrysantemum kuning, ungu, putih, dan merah - kuning. Untuk mengetahui variasi bunga tersebut, ditentukan sepuluh sifat yang akan kami amati. Sepuluh sifat tersebut diantaranya adalah warna bunga pita putih, ukuran bunga pita lebih dari 2 cm, jumlah calyx kurang dari 5, jumlah lingkaran corolla 3, jumlah corolla lebih dari 20, jumlah bunga pita lebih dari 200, jumlah bunga tabung lebih dari 10, diameter bunga, tipe ujung daun tua, dan tipe pangkal daun.
Setelah dilakukan pengamtan terhadap bunga Chrysantemum sp tersebut,  didapatkan fakta bahwa keempat bunga tersebut memiliki perbedaan sifat. Hal tersebut ditunjukkan dari data yang didapatkan. Data tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
·         Warna bunga putih hanya dimiliki oleh bunga putih
·         Bunga yang memiliki bunga pita lebih dari dua cm adalah bunga kuning, ungu, dan putih
·         Hanya bunga merah- kuning yang memiliki calyx kurang dari 5
·         Semua bunga memiliki 3 lingkaran corolla
·         Bunga merah - kuning memiliki 18 corolla, bunga kuning memiliki 28 corolla, bunga ungu memiliki 71 corolla, dan bunga putih memiliki 21 corolla. Dapat disimpulkan bahwa bunga yang memiliki corolla lebih dari 20  adalah semua bunga kecuali bunga merah – kuning.
·         Bunga merah - kuning memiliki 157 bunga pita, bunga kuning memiliki 218 bunga pita, bunga ungu memiliki 235 bunga pita, dan bunga putih memiliki 199 bunga pita.  Dapat disimpulkan bahwa yang memiliki bunga pita lebih dari 200 adalah bunga kuning, ungu dan putih.
·         Bunga tabung pada bunga merah – kuning adalah 23, pada bunga kuning 5, pada bunga ungu 3, dan pada bunga putih 19. Jadi, bunga yang memiliki jumlah bunga tabung lebih dari sepuluh adalah bunga mmerah – kuning dan putih.
·         Bunga kuning, ungu dan putih memiliki memiliki tipe ujung daun obtusus dan tipe pangkal daun meruncing.

Minggu, 10 April 2011

Bagaimana Lingkungan Mempengaruhi Penampakan Fisik Tanaman

Komponen abiotik dari lingkungan adalah iklim dan tanah yang bekerja sendiri atau berinteraksi dalam membatasi pertumbuhan dan penyebaran tanaman. Respon tanaman terhadap salah satu komponen dalam hal ini tidak bebas dari pengaruh komponen lainnya.
Adaptasi (Adaptation) adalah suatu proses untuk menjadi beradaptasi atau lebih beradaptasi pada suatu lingkungan dengan cara menyesuaikan kondisi fisiologis untuk menghadapi tantangan lingkungan. Beradaptasi (Adapted) adalah keadaan dimana pertumbuhan dan perkembangan (kondisi fisiologis) tanaman sesuai dengan keadaan lingkungan. Sedangkan kemampuan beradaptasi (Adaptedness) secara biologis adalah kemampuan tanaman untuk tumbuh, berkembang dan bereproduksi pada suatu lingkungan tertentu. Dalam pertanian sendiri didefinisikan sebagai kemampuan berproduksi sesuai dengan potensi genetiknya pada suatu lingkungan tertentu.
Adaptasi tanaman terhadap lingkungan:
  1. Adaptasi fenotipik
  2. Adaptasi fenotipik adalah adaptasi individu tanaman terhadap perubahan lingkungan yang tidak teratur yang terjadi karena adanya plastisitas fenotip (phenotypic plasticity), tidak diwariskan, dan biasa disebut sebagai aklimatisasi. Phenotipic plasticity ada yang berupa norm of reaction (suatu genotipe yang mempunyai sejumlah fenotip yang berbeda pada lingkungan yang berbeda, dan noisy plasticity (suatu genotipe mempunyai sejumlah keragaman fenotip pada suatu lingkungan tertentu, berfungsi sebagai penyangga genotipe dalam menghadapi perubahan lingkungan).
  3. Adaptasi genotipik
    • Penghindaran (avoidance)
      • Penghindaran pasif
      • Menggunakan barrier/penghalang fisik untuk memisahkan jaringan dari cekaman. Contoh : tanaman mempunyai lapisan lilin pada daun untuk adaptasi terhadap kekeringan.
      • Penghindaran aktif
      • Mengeluarkan metabolit untuk mencegah cekaman mengenai jaringan dengan cara tertentu. Contoh : tanaman mengeluarkan senyawa osmotikum untuk mengurangi kehilangan air jaringan pada keadaan kekeringan.
    • Yaitu adaptasi tanaman dengan cara mencegah cekaman abiotik mengenai jaringan yang aktif bermetabolisme. Bentuk adaptasi penghindaran:
    • Adaptasi Ketahanan (tolerance)
    • Yaitu bentuk adaptasi dengan cara mengurangi pengaruh cekaman yang telah mengenai jaringan yang aktif bermetabolisme. Contoh : tanaman efisien dalam menggunakan air (WUE).
  4. Adaptasi genotipik adalah adaptasi suatu populasi genotipe yang terjadi selama beberapa generasi melalui proses evolusi, yang terjadi karena adanya keragaman genetik. Bersifat stabil, diwariskan, dan preexisted (ada dan tetap ada tanpa didahului oleh adanya perubahan lingkungan). Disebut sebagai resistensi
    Keanekaragaman Hayati Tingkat Gen
    Apa yang dimaksud dengan keanekaragaman hayati tingkat gen? Untuk menemukan jawaban ini, cobalah amati tanaman bunga mawar. Tanaman ini memiliki bunga yang berwarna-warni, dapat berwarna merah, putih atau kuning. Atau pada tanaman mangga, keanekaragaman dapat Anda temukan antara lain pada bentuk buahnya, rasa, dan warnanya.
    Keanekaragaman warna bunga pada tanaman mawar. Bentuk, rasa, warna pada buah mangga, serta keanekaragaman sifat, warna bulu dan bentuk pial pada ayam, ini semua disebabkan oleh pengaruh perangkat pembawa sifat yang disebut dengan gen. Semua makhluk hidup dalam satu spesies/jenis memiliki perangkat dasar penyusun gen yang sama. Gen merupakan bagian kromosom yang mengendalikan ciri atau sifat suatu organisme yang bersifat diturunkan dari induk/orang tua kepada keturunannya.
    Gen pada setiap individu, walaupun perangkat dasar penyusunnya sama, tetapi susunannya berbeda-beda bergantung pada masing-masing induknya. Susunan perangkat gen inilah yang menentukan ciri atau sifat suatu individu dalam satu spesies.
    Apa yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman gen? Perkawinan antara dua individu makhluk hidup sejenis merupakan salah satu penyebabnya. Keturunan dari hasil perkawinan memiliki susunan perangkat gen yang berasal dari kedua induk/orang tuanya. Kombinasi susunan perangkat gen dari dua induk tersebut akan menyebabkan keanekaragaman individu dalam satu spesies berupa varietas-varietas (varitas) yang terjadi secara alami atau secara buatan. Keanekaragaman yang terjadi secara alami adalah akibat adaptasi atau penyesuaian diri setiap individu dengan lingkungan, seperti pada rambutan. Faktor lingkungan juga turut mempengaruhi sifat yang tampak (fenotip) suatu individu di samping ditentukan oleh faktor genetiknya (genotip). Sedangkan keanekaragaman buatan dapat terjadi antara lain melalui perkawinan silang (hibridisasi), seperti pada berbagai jenis mangga.
    Perbedaan sifat pada jenis mangga dapat Anda amati pada tabel berikut:
    No.
    Mangga
    Bentuk Buah
    Rasa
    arima
    1.
    2.
    3.
    golek
    kuini
    gedong
    lonjong panjang
    bulat telur, besar
    bulat, kecil
    manis
    manis
    lebih manis
    tidak wangi
    wangi
    tidak wangi

Minggu, 27 Maret 2011

Abiotik : Air

Pertumbuhan Tumbuhan

Selama siklus hidup tanaman, mulai dari perkecambahan sampai panen selalu membutuhkan air. Tidak satupun proses kehidupan tanaman yang dapat bebas dari air. Besarnya kebutuhan air setiap fase pertumbuhan selama siklus hidupnya tidak sama. Hal ini berhubungan langsung dengan proses fisiologis, morfologis dan kombinasi kedua faktor di atas dengan faktor-faktor lingkungan. Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanah dengan jalan penyerapan oleh akar. Besarnya air yang diserap, oleh akar tanaman sangat tergantung pada kadar air dalam tanah ditentukan oleh pF (Kemampuan partikel tanah memegang air), dan kemampuan akar untuk menyerapnya ( Jumin, 1992). 
Air seringkali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya. Respon tanaman terhadap kekurangan air itu relatif terhadap aktifitas metaboliknya, morfologinya, tingkat pertimbuhannya dan potensial hasil panennya (Gardner, et. Al. , 1991). Burstom (1956), dalam Jumin (1992), menyebutkan bahwa defisit air langsung mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Proses ini pada sel tanaman ditentukan oleh tegangan turgor. Hilangnya turgiditas dapat menghentikan pertumbuhan sel (penggandaan dan pembesaran) yang akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi-oDoJC94cfw3IfpfZk0c4Ell8tSH5OFXktowQO816fqBR-bFInW_NFPFaoqQZXxAic147THzMf0kwcmgh-1ljBvELZHSc0g8qHyqrrQOoEHSHhCbIgw0Nhi5Q60EKYpXlzNVFb6z37dk/s320/IMG_1025.jpg




















https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMxz4FkVO8J-4Y8jYjqE5SOzo9kBrjqcUSxrl9LkUE8GQXgXdLQyM_5QqJKaRg9gmaO3nSnVubMncaZPf68d3FS4C884xBFGTMl47IXr7W8-AKILQyU92djLeVffuZigUxUxpgO77_p6U/s320/tabel+sensitifitas.jpg













Sintesis klorofil dibatasi pada kekurangan air yang lebih besar. Defisit air pada saat proses fotosintesa berlangsung, berakibat pada kecepatan fotosintesa. Defisit air akan menurunkan kecepatan fotosintesa. Dari suatu penelitian disimpulkan bahwa perluasan daun dibatasi oleh ketersediaan air sehingga menurunkan efisiensi fotosintesa. Menurut Yahya ( 1988 ) dalam Jumin ( 1992 ), jumlah siklus defisit (stres) yang dialami tanaman pada kondisi yang berbeda akan menunjukkan pengaruh yang berbeda pula. Tanaman kapas yang tumbuh pada "Growth Chamber" (terkontrol) pada potensial air daun 16 bar mengakibatkan menutupnya stomata, dibandingkan bila ditanam pada lapangan terbuka, hingga potensail daun mencapai 27 bar belum menunjukkan menutupnya stomata walaupun tanaman juga mengalami siklus kekeringan. 
Pengaruh kekurangan kelembaban terhadap hasil panen bermacam-macam. Selama perkembangan vegetatif, kekurangan yang bagaimanapun kecilnya dapat mengurangi laju pelebaran daun dan LAI pada tingkat perkembangan berikutnya. Kekurangan air yang parah dapat menyebabkan penutupan stomata yang mengurangi pengambilan CO2 dan produksi berat kering. Kekurangan yang terus menerus dapat menyebabkan penurunan laju fotosintesis sehingga diperlukan beberapa hari setelah irigasi agar dapat kembali ke laju fotosintesis aslinya. Hasil penelitian Yahya ( 1982 ), menunjukkan bahwa stres air (tanpa irigasi) memperlambat munculnya bunga yang akibatnya memperpendek periode pengisian biji sehingga meningkatkan kandungan air dalam biji sewaktu panen, seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. 

Tabel 2. Pengaruh Air Tanah Terhadap Saat Munculnya Bunga (hari setelah
Tanam) dan Kandungan Air Biji Waktu Panen ( % )
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8VZ8enYcfiRvdzb0oeGDNqAaLTnSdZ876DyWFoMSe4wGNHzNQIQI0aOpKv2SgfSzZ87jSzDc_H7_CwMFTxtYfEJ9GaPcbrglyOFkJys2lLgOKbBvh6WhxSKEMD60gMbe6HeSeM7YIxmQ/s320/air+tanah.jpg

Contoh lain, kekeringan yang terjadi menjelang saat pembuangan sangat berpengaruh pada sistem reproduktif. Pada tanaman padi pengaruh ini menigkatkan sterilitas bunga dan menurunkan persen pengisian biji ( Tabel 3 ).

Tabel 3. Pengaruh Kekeringan Pada Hasil dan Komponen Hasil Padi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiZQAGnuCciCeNHCsXlO7ZBfvN8t18QRBP3iHs25QtbYVQOjSrDc2JvOze1cS2pRJrldpwxKBVFwv9I3CP1tjFVCH7hELXRMiz2UErg-aLKOElUivwx6e5MZAxhOweh60pigoLwsZsuZY/s320/kering+padi.jpg

Selain mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan, kekurangan air menyebabkan berkurangnya aktifitas enzim (misalnya nitrat reduktase), tetapi beberapa enzim hidrolisi meningkat aktivitasnya (misalnya amilase). Hal ini juga akan mengakibatkan perubahan pada konsentrasi hormon tanaman misalnya asam absisat meningkat dalam daun dan buah. Pada kondisi kekurangan air, penimbunan asam absisat (ABA) merangsang penutupan stomata yang mengakibatkan berkurangnya asimilasi CO2 sehingga daun yang lebih tua dan buah seringkali gugur bila akumulasinya tinggi. Tetapi tidak seluruh tanaman menunjukkan peningkatan ABA, karena sitokinin dan etilen sering meningkat apabila ABA meningkat dan dapat meniadakan pengaruh ABA. Hal ini mungkin dapat menjelaskan terjadinya pemasakan buah yang lebih cepat dalam kondisi kekurangan air (Jumin, 1992).
Adaptasi tanaman terhadap kekurangan air 
Banyaknya sekali sifat-sifat yang membantu tumbuhan untuk meniadakan pengaruh keadaan yang tidak menguntungkan dan sebagai akibatnya memperluas jangkauan kisaran tempat hidupnya.
a. Adaptasi morfologi 
Sebagai contoh dapat dilihat pada tumbuhan gurun atau setengah gurun yang mempunya bentuk perakaran yang dalam yang memungkinkan pengambilan cadangan air di bawah tanah, dan pada rumpun-rumpun yang terancam rapar di daerah-daerah setengah kering, yang membantu menahan air bila ada dari sumber-sumber dalam udara (misalnya embun) (Polunin, 1990). Sifat morfologis lain yang dianggap menyokong kemampuan hidup tanaman di iklim kering, yaitu : rambut daun, berputarnya daun, penyimpangan air dalam bulb, umbi dan akar (Fitter dan Hay, 1991). 
b. Adaptasi anatomis 
Sebagai contoh suatu tanaman rumput yang memiliki anatomi daun yang spesifik, dapat mengikat CO2. Stomata tanaman CAM menutup di siang hari untuk mengurangi kehilangan air akibat transparasi ( Fitter dan Hay, 1991). 
c. Adaptasi Biokimia 
Adaptasi biokimia bertujuan untuk melindungi sel-sel dan jaringan dari kerusakan dan kematian selama keadaan kering yang berat. Contohnya biji-biji tanaman dari species ephemeral mendukung (mengandung cukup air) untuk perkecambahannya.
d. Mekanisme Cekaman Air
 Kekurangan air menimbulkan rangkaian proses adaptasi tanaman dalam jaringannya serta terlihat pada morfologi luar. Berikut ini contoh mekanisme cekaman air pada tanaman jagung dan Chickpea (Cicer arietinum L.). 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhp_n03NOsgtl2IE6fKauOe2RVwUcw8HlbZurU3tkKCQ9_BVa4rUVVse5HL99B5WHWxl-rdQA9KLM_I2iEw-VLhAYERUfWaU3wNR2IWsdce6E62qG0TSEjLRV5H5hw6ESirKtGAAfh7OkA/s400/cekaman+kekeringan.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiReayqxVC_QLNEcFZx6UjPnM52oa51WCeThIeDxJdtXZBRaLZIE3u_s9e_hg9qcjZWmWpdc3OKBcwnjfwZ7JXIx8daOwvaGu_MwkM_cI8Aei8EnB1d7jJelgIqDHrq6C0sCmYCarQBJAw/s400/Akar+kurang+air.jpg

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa stres air yang ringan sekalipun pada suatu tanaman dapat mengakibatkan suatu pengurangan laju pertumbuhan dan gangguan beberapa proses metabolisme. Kekurangan air menurunkan perkembangan vegetatif dan hasil panen dengan cara mengurangi pengembangan daun dan penurunan fotosintesis daun, yang berakibat menurunnya fotosintesis tajuk. Tergantung pada parahnya, pengaruh ini dapat menurunkan kemampuan tanaman untuk mempertahankan hidup dan bereproduksi. Oleh karena itu, sangatlah penting pada seluruh spesies tanaman untuk menghindarkan stres air ataupun untuk mengembangkan adaptasi secara anatomis, morfologi dan biokimia agar dapat mentolerir stres air.

DAFTAR PUSTAKA 

Fitter. A. H. dan Hay, R. K. M. , 1991, Fisiologi Lingkungan Tanaman, Gadjah Mada 
University Press.
Gardner, F. P. , R. Brent pearce dan Goger L. Mitchell, 1991, Fisiologi Tanamanan Budidaya,
Universitas Indonesia Press.
Goldsworthy, P. R. , dan Fisher N. M. , 1992, Fisiologi Budidaya Tanaman Tropik,
Penterjemah Tohari, Gadjah Mada University Press.
Jumin, H. B. , 1992, Ekologi Tanaman suatu Pendekatan Fisiologi, Rajawali Press, Jakarta.
Polunin, N. , 1990, Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun, 
Penterjemah Gembong Tjitrosoepomo, Gadjah Mada University Press.

Minggu, 20 Maret 2011

Ombrometer

Jumlah air hujan diukur menggunakan pengukur hujan atau ombrometer. Ia dinyatakan sebagai kedalaman air, yang merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi. Yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang lebih 0.25mm. Satuan curah hujan menurut si adalah milimeter.

Jumlah keseluruhan curah hujan (presipasi) pada suatu waktu tertentu adalah tinggi air yang aka menutup suatu permukaan tanah yang datar, jika tidak terjadi aliran permukaan (run off), aliran ke bawah (infiltrasi) dan penguapan (evaporasi ). Tinggi genangan ini dinyatakan dalam millimeter. Presipasi inni ada yang berbentuk cair dan es. Untuk daerah tropis yang penting adalah bentuk cair. Ketelitian pengukuran curah hujan di pengaruhi oleh angin, tinggi pemasangan dari permukaan tanah, letak ( jarak dari bangunan atau vegetasi), serta luas alat penangkap air hujan. Angin dan letak dapat menyebabkan perbedaan 50%. Penangkapan air hujan merupakan fungsi ketinggian alat. Makin terbuka tempatnya akan semakin besar perbedaan penangkapan dengan perbedaan ketinggian. Untuk akurasi hasil harus memperhatikan arah dan kecepatan angin yang naik. Dalam pelaksanaan ukuran penangkap hujan mempunyai pengaruh yang kecil saja terhadap jumlah hujan yang diterima kecuali untuk tipe-tipe yang percikan dan evaporasi air yang melekat pada corong kira-kira 1-2 persen.

Abiotik : Cahaya dan Fotosintesis

Fotosintesis adalah sebuah proses kimia yang namanya dikenal hampir oleh semua orang yang pernah bersekolah. Tetapi, kebanyakan orang tidak menyadari betapa sangat pentingnya proses ini bagi kehidupan di atas bumi, atau misteri apa yang ada di dalam proses ini.

Perhatikan rumus reaksi fotosintesis ini:

6H2O + 6CO2 + cahaya matahari Z C6H12O6 + 6O2 Glukosa

Artinya: Air dan karbondioksida dan cahaya matahari menghasilkan gula dan oksigen.

Secara lebih terperinci, yang terjadi dalam reaksi kimia ini adalah, enam molekul air (H2O) bergabung dengan enam molekul karbondioksida (CO2) dalam reaksi yang mendapatkan energi dari sinar matahari. Saat reaksi selesai, hasilnya adalah sebuah molekul glukosa (C6H12O6), gula sederhana yang merupakan elemen makanan yang penting, dan enam molekul gas oksigen (O2). Sebagai sumber semua makanan di planet kita, glukosa mengandung energi yang sangat besar.

Walaupun reaksi ini tampaknya sederhana, ternyata sangat rumit. Hanya ada satu tempat di mana reaksi ini terjadi: pada tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan di dunia ini menghasilkan makanan dasar bagi semua makhluk hidup. Setiap makhluk hidup lainnya pada akhirnya mendapat asupan glukosa dengan berbagai cara. Binatang herbivora memakan tumbuh-tumbuhan secara langsung, dan binatang karnivora memakan tumbuh-tumbuhan dan/atau binatang lain. Manusia tidak terkecuali: Energi kita dihasilkan dari makanan yang kita makan dan berasal dari sumber yang sama. Apel, kentang, coklat, atau steak, atau apa pun yang Anda makan memberikan energi yang berasal dari matahari.

Akan tetapi, fotosintesis penting untuk alasan lain. Reaksi ini menghasilkan dua produk: Di samping glukosa, reaksi ini juga melepaskan enam molekul oksigen. Yang terjadi di sini adalah bahwa tumbuh-tumbuhan selalu membersihkan atmosfer yang terus-menerus “terpolusi” oleh makhluk bernapas manusia dan binatang, yang energinya berasal dari pembakaran dengan oksigen, sebuah reaksi yang menghasilkan karbondioksida. Jika tumbuh-tumbuhan tidak melepaskan oksigen, penghirup oksigen akhirnya akan menghabiskan semua oksigen dalam atmosfer, dan ini akan menjadi akhir bagi makhluk-makhluk tersebut. Alih-alih, oksigen di atmosfer secara terus-menerus diperbarui oleh tumbuh-tumbuhan.

Tanpa fotosintesis, kehidupan tumbuh-tumbuhan tidak akan ada; dan tanpa kehidupan tumbuh-tumbuhan, tidak akan ada kehidupan binatang atau manusia. Reaksi kimia yang mengagumkan ini, yang belum pernah ditiru laboratorium mana pun, terjadi pada rerumputan yang Anda injak, dan pada pepohonan yang mungkin bahkan tidak pernah Anda tengok. Ini juga pernah terjadi pada sayuran di atas piring makan malam Anda. Ini merupakan salah satu proses dasar kehidupan.

Yang menarik adalah betapa cermatnya rancangan proses fotosintesis ini. Ketika kita mempelajarinya, tidak akan luput dari pengamatan kita bahwa ada keseimbangan yang sempurna antara fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan penggunaan energi oleh penghirup oksigen. Tanaman menyediakan glukosa dan oksigen. Penghirup oksigen membakar glukosa dengan oksigen di dalam sel-sel mereka untuk mendapatkan energi dan melepaskan karbondioksida dan air (dengan kata lain, mereka membalikkan reaksi fotosintesis) yang digunakan tumbuh-tumbuhan untuk membuat lebih banyak glukosa dan oksigen. Dan demikianlah proses ini berlangsung, sebuah siklus berkesinambungan yang disebut “siklus karbon”, dan siklus ini digerakkan oleh energi dari matahari. Untuk melihat betapa sempurnanya siklus ini diciptakan, mari kita pusatkan sesaat perhatian kita hanya pada salah satu unsur siklus tersebut: sinar matahari.

Pada bagian pertama bab ini, kita membahas cahaya matahari, dan mendapati bahwa komponen radiasinya dirancang secara khusus untuk memungkinkan kehidupan di bumi. Mungkinkah matahari sengaja dirancang juga untuk fotosintesis? Atau apakah tumbuh-tumbuhan cukup fleksibel sehingga dapat melangsungkan reaksi ini tanpa peduli cahaya apa pun yang mengenainya? Ahli astronomi Amerika, George Greenstein membahasnya dalam The Symbiotic Universe:

Klorofil adalah molekul yang melangsungkan fotosintesis… Mekanisme fotosintesis dimulai dengan penyerapan cahaya matahari oleh molekul klorofil. Namun agar fotosintesis terjadi, cahaya yang diterima harus berupa warna yang sesuai. Cahaya dari warna yang salah tidak akan menghasilkan keajaiban ini.

Analogi yang bagus adalah sebuah televisi. Agar TV menerima saluran (gelombang) yang dikehendaki, TV harus ditala pada saluran tersebut: Talakan TV pada saluran yang berbeda, maka tidak akan terjadi penerimaan. Ini sama dengan fotosintesis, dalam analogi ini matahari berfungsi sebagai transmiter dan molekul klorofil sebagai TV. Jika molekul dan cahaya matahari tidak saling sesuai – disesuaikan dalam hal warna – fotosintesis tidak akan terjadi. Kenyataannya, warna matahari sudah tepat.

Pada bab terakhir, kami menunjukkan kesalahan pada gagasan tentang kemampuan kehidupan untuk beradaptasi. Sebagian evolusionis berpendapat bahwa “kalau kondisi berbeda, kehidupan juga akan berevolusi agar sesuai sempurna dengan keadaan tersebut”. Berpikir secara dangkal tentang fotosintesis dan tumbuhan, seseorang bisa saja sampai pada kesimpulan serupa: “Andaikan cahaya matahari berbeda, tumbuhan akan berevolusi sesuai dengannya”. Namun kenyataannya ini tidak mungkin.

Meskipun dia sendiri seorang evolusionis, George Greenstein mengakui bahwa: Orang mungkin berpikir bahwa suatu adaptasi telah terjadi: adaptasi kehidupan tumbuh-tumbuhan terhadap sifat cahaya matahari. Bagaimanapun, andaikan matahari memiliki suhu berbeda dengan suhunya saat ini, bisakah molekul lain yang beradaptasi untuk menyerap cahaya dengan warna berbeda menggantikan klorofil? Cukup jelas jawabannya adalah tidak, sebab dalam batasan luas, seluruh molekul menyerap cahaya dari warna yang sama. Penyerapan cahaya dilakukan melalui eksitasi elektron dalam molekul ke keadaan energi yang lebih tinggi, dan hal yang sama terjadi pada molekul mana pun. Lebih lanjut, cahaya tersusun dari foton, paket-paket energi, dan foton dengan energi yang salah sama sekali tidak dapat diserap…. Sebagaimana kenyataannya, terdapat kesesuaian yang sempurna antara sifat fisika bintang dan molekul. Andaikan kesesuaian tersebut tidak terpenuhi, tentu saja, tidak mungkin terdapat kehidupan.

Secara singkat, yang dikatakan Greenstein adalah: Tidak ada tumbuhan yang mampu melakukan fotosintesis kecuali dalam batas yang sangat sempit dari panjang gelombang cahaya. Dan batasan tersebut persis dengan cahaya yang diberikan oleh matahari.

Keharmonisan antara sifat fisika bintang dan molekul klorofil yang dimaksud Greenstein adalah sebuah keharmonisan yang terlalu luar biasa untuk dijelaskan sebagai kebetulan. Hanya terdapat satu peluang dari 1025 kemungkinan bahwa matahari akan menyediakan jenis cahaya yang penting bagi kita, dan harus terdapat molekul dalam dunia kita yang mampu memanfaatkan cahaya itu. Keharmonisan sempurna ini merupakan bukti nyata rancangan yang disengaja dan direncanakan.