BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Minggu, 24 April 2011

Plastisitas fenotipik

Plastisitas fenotipik adalah kemampuan organisme merubah fenotipenya dalam merespon perubahan lingkungan (Price et al, 2003). Plastisitas demikian dalam beberapa kasus tampak sebagai beberapa hasil yang sangat berbeda secara morfologis; dalam kasus lainnya, sebuah norma reaksi yang berkesinambungan menunjukkan saling hubung antara jangkauan lingkungan dan jangkauan fenotipe. Istilah ini apda awalnya dibahas dalam konteks perkembangan, namun sekarang lebih luas lagi diterapkan dengan melibatkan perubahan yang terjadi pada kehidupan dewasa sebuah organisme, seperti perilaku.
Organisme dapat berbeda dalam derajat plastisitas fenotipik yang ditunjukkannya saat dipaparkan pada perubahan lingkungan yang sama. Karenanya, plastisitas fenotipik dapat ber evolusi dan adaptif jika ketangguhan meningkat dengan perubahan fenotipe (De Jong, 2005). Secara umum, seleksi berarah yang bertahan terprediksi akan meningkatkan plastisitas dalam arah yang sama (Garland dan Kelly, 2006).
Beberapa respon akan sama pada semua organisme, sebagai contoh pada organisme yang tidak termoregulasi, seperti suhu merubah lemak dalam selaput sel harus dirubah dengan menciptakan ikatan ganda yang lebih banyak (saat suhu menurun) atau membuangnya (saat suhu meningkat) (Larkindale dan Huang, 2004).
Pada umumnya plastisitas fenotipik lebih penting untuk organisme tidak bergerak (misalnya tanaman) daripada organisme bergerak (misalnya hewan). Ini karena organisme tidak bergerak harus beradaptasi pada lingkungan mereka atau mereka mati, sementara organisme bergerak mampu berpindah dari lingkungan yang merusak (Schlichting, 1986). Contoh plastisitas fenotipik tanaman adalah alokasi sumber daya yang lebih banyak pada akar di tanah yang mengandung konsentrasi nutrisi yang rendah dan perubahan ukuran dan ketebalan daun (Sultan, 2000). Protein transpor yang ada di akar juga berubah tergantung pada konsentrasi nutrisi dan salinitas tanah (Alemana et al, 2009). Beberapa tanaman, seperti Mesembryanthemum crystallinum, mampu merubah jalur fotosintesisnya untuk memakai air lebih sedikit saat mereka kekurangan air atau garam (Tallman et al, 1997). Walau begitu, beberapa organisme bergerak juga memiliki plasitisitas fenotipik yang signifikan, misalnya Acyrthosiphon pisum dari famili Aphid yang menunjukkan kemampuan bertukar antara reproduksi seksual dan aseksual, begitu juga menumbuhkan sayap antar generasi saat populasi yang memenuhi tanaman menjadi terlalu padat (IAGC, 2010).
Dalam epidemiologi, terdapat sebuah teori yang memunculkan insiden penyakit jantung koroner dan diabetes tipe II pada populasi manusia dalam industrialisasi sebagai akibat dari ketidak cocokan antara fenotipe metabolik yang ditentukan dalam perkembangan dan lingkungan nutrisional dimana individu terpaparkan. Ini dikenal sebagai hipotesis ‘fenotipe hemat’ (Hales dan Barker, 2001).
Referensi
Alemana, F. Navies-Cordonesa, M., Martinez, V. Maret 2009. Differential regulation of the HAK5 genes encoding the high-affinity K+ transporters of Thellungiella halophila and Arabidopsis thaliana. Environmental and Experimental Botany Vol 65, Issues 2-3, March 2009: 263-269
Barker, D. J. P. dan Hales. C.N. 2001. The Thrifty Phenotype Hypothesis : Type II Diabetes. British Medical Bulletin 60:5-20
De Jong, G. April 2005. Evolution of Phenotypic Plasticity : Patterns of Plasticity and The Emergence of Ecotypes. New Phytol. 166 (1): 101–117.
Garland, T. Jr, Kelly, S.A. 2006. Phenotypic plasticity and experimental evolution. Journal of Experimental Biology 2096: 2234–2261.
Larkindale, J. dan Huang, B. 2004. Changes of lipid composition and saturation level in leaves and roots for heat-stressed and heat-acclimated creeping bentgrass (Agrostis stolonifera) . Environmental and Experimental Botany Volume 51, Issue 1, February 2004: 57-67
Price T.D., Qvamstrom, A., Irwin, D.E. Juli 2003. The Role of Phenotypic Plasticity in Driving Genetic Evolution. Proceeding of Biological Science 270 (1523): 1433–40.
Schlichting, C.D. November 1986. The Evolution of Phenotypic Plasticity in Plants. Annual Review of Ecology and Systematics Vol. 17:667-693
Sultan, S.E. Desember 2000. Phenotypic plasticity for plant development, function and life history. Trends Plant Sci. 5 (12): 537–542.
Tallman, G. Zhu, J. Mawson, B.T. 1997. Induction of CAM in Mesembryanthemum crystallinum Abolishes the Stomatal Response to Blue Light and Light-Dependent Zeaxanthin Formation in Guard Cell Chloroplasts. Plant and Cell Physiology, 1997, Vol. 38, No. 3 : 236-242
The International Aphid Genomics Consortium (IAGC). 19 Januari 2010. Genome Sequence of the Pea Aphid Acyrthosiphon pisum.

Minggu, 17 April 2011

Pengaruh Lingkungan Terhadap Fenotip


       Tampilan fisik (fenotip) tidak hanya ditentukan oleh gen, namun dipengaruhi juga oleh lingkungan. Faktor eksternal yang mempengaruhi organisme diantaranya :
E Makanan (nutrisi)
E Suhu
E Cahaya matahari
E Kelembaban
E Curah hujan
       Adanya pengaruh lingkungan terhadap fenotip ini contohnya, sebatang pohon, akan mengikuti genotip yang diwarisinya yakni mempunyai daun dengan ukuran, bentuk, dan warna yang akan bervariasi tergantung pada seberapa seringnya mereka terkena angin dan sinar matahari. Pada manusia, nutrisi mempengaruhi tinggi badan, latihan fisik mengubah bentuk badan, berjemur akan menggelapkan kulit, dan pengalaman memperbaiki penampilan pada tes intelegensia. Dengan demikian, fenotip suatu individu merupakan hasil interaksi antara genotip dengan lingkungannya.
Untuk mengetahui berbagai variasi yang terdapat pada tumbuhan, telah dilakukan pengamatan terhadap empat bunga Chrysantemum sp yang memiliki warna berbeda. Bunga tersebut diantaranya adalah bunga Chrysantemum kuning, ungu, putih, dan merah - kuning. Untuk mengetahui variasi bunga tersebut, ditentukan sepuluh sifat yang akan kami amati. Sepuluh sifat tersebut diantaranya adalah warna bunga pita putih, ukuran bunga pita lebih dari 2 cm, jumlah calyx kurang dari 5, jumlah lingkaran corolla 3, jumlah corolla lebih dari 20, jumlah bunga pita lebih dari 200, jumlah bunga tabung lebih dari 10, diameter bunga, tipe ujung daun tua, dan tipe pangkal daun.
Setelah dilakukan pengamtan terhadap bunga Chrysantemum sp tersebut,  didapatkan fakta bahwa keempat bunga tersebut memiliki perbedaan sifat. Hal tersebut ditunjukkan dari data yang didapatkan. Data tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
·         Warna bunga putih hanya dimiliki oleh bunga putih
·         Bunga yang memiliki bunga pita lebih dari dua cm adalah bunga kuning, ungu, dan putih
·         Hanya bunga merah- kuning yang memiliki calyx kurang dari 5
·         Semua bunga memiliki 3 lingkaran corolla
·         Bunga merah - kuning memiliki 18 corolla, bunga kuning memiliki 28 corolla, bunga ungu memiliki 71 corolla, dan bunga putih memiliki 21 corolla. Dapat disimpulkan bahwa bunga yang memiliki corolla lebih dari 20  adalah semua bunga kecuali bunga merah – kuning.
·         Bunga merah - kuning memiliki 157 bunga pita, bunga kuning memiliki 218 bunga pita, bunga ungu memiliki 235 bunga pita, dan bunga putih memiliki 199 bunga pita.  Dapat disimpulkan bahwa yang memiliki bunga pita lebih dari 200 adalah bunga kuning, ungu dan putih.
·         Bunga tabung pada bunga merah – kuning adalah 23, pada bunga kuning 5, pada bunga ungu 3, dan pada bunga putih 19. Jadi, bunga yang memiliki jumlah bunga tabung lebih dari sepuluh adalah bunga mmerah – kuning dan putih.
·         Bunga kuning, ungu dan putih memiliki memiliki tipe ujung daun obtusus dan tipe pangkal daun meruncing.